BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada permulaan tarikh masehi, di Benua Asia terdapat
dua negeri besar yang tingkat peradabannya dianggap sudah tinggi, yaitu India
dan Cina. Kedua negeri ini menjalin hubungan ekonomi dan perdagangan yang baik.
Arus lalu lintas perdagangan dan pelayaran berlangsung melalui jalan darat dan
laut.
Salah satu jalur lalu lintas laut yang dilewati
India-Cina adalah Selat Malaka. Indonesia yang terletak di jalur posisi silang
dua benua dan dua samudera, serta berada di dekat Selat Malaka memiliki
keuntungan, yaitu: Sering dikunjungi bangsa-bangsa asing, seperti India, Cina,
Arab, dan Persia, Kesempatan melakukan hubungan perdagangan internasional
terbuka lebar, Pergaulan dengan bangsa - bangsa lain semakin luas, dan Pengaruh
asing masuk ke Indonesia, seperti Hindu-Budha.
Keterlibatan bangsa Indonesia dalam kegiatan
perdagangan dan pelayaran internasional menyebabkan timbulnya percampuran
budaya. India merupakan negara pertama yang memberikan pengaruh kepada
Indonesia, yaitu dalam bentuk budaya Hindu. Setelah kerajaan-kerajaan
Hindu-Budha runtuh, tradisi-tradisi Hindu-Budha juga mengalami kemunduran,
dengan berkembangnya agama Islam di nusatara
B. Rumusan Masalah
1. Kemunduran dan runtuhnya Kerajaan Hindu-Budha
di Indonesia
2. Runtuhnya tradisi Hindu-Budha di Indonesia
C.Tujuan
Agar siswa memahami apa penyebab kemunduran atau
keruntuhan tradisi Hindu-Budha di Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.Kemunduran dan runtuhnya kerajaan-kerajaan
Hindu-Budha
Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu maupun
Budha di Indonesia mengalami masa kejayaan antara abad ke-7 sampai 12 M.
Setelah memasuki abad ke-10 sampai abad ke-12, kerajaan-kerajaan yang bercorak
Hindu maupun Budha di Indonesia mulai mengalami kemunduran.
Secara umum, faktor-faktor penyebab runtuhnya
kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha sebagai berikut.
1. Terdesaknya kerajaan-kerajaan kecil oleh
kerajaan-kerajaan besar.
2. Tidak ada pengaderan pemimpin sehingga tidak ada
pemimpin pengganti yang setara dengan pendahulunya.
3. Munculnya perang saudara yang melemahkan kerajaan.
4. Kemunduran ekonomi perdagangan negara.
5. Tersiarnya agama Islam yang mendesak agama
Hindu-Budha.
Walaupun kerajaan-kerajaan Hindu-Budha telah
runtuh, tetapi tradisinya masih hidup di Nusantara. Berikut ulasan mengenai
faktor-faktor penyebab runtuhnya tiga kerajaan besar di Nusantara yang bercorak
Hindu-Budha yaitu :
B.Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya mundur sejak abad ke-10
disebabkan oleh faktor-faktor berikut. a. Perubahan keadaan alam di sekitar
Palembang. Sungai Musi, Ogan Komering, dan sejumlah anak sungai lainnya membawa
lumpur yang diendapkan di sekitar Palembang sehingga posisinya menjauh dari
laut dan perahu sulit merapat.
1. Letak Palembang yang makin jauh dari laut
menyebabkan daerah itu kurang strategis lagi kedudukannya sebagai pusat
perdagangan nasional maupun internasional. Sementara itu, terbukanya Selat
Berhala antara Pulau Bangka dan Kepulauan Singkep dapat menyingkatkan jalur
perdagangan internasional sehingga Jambi lebih strategis daripada Palembang. c.
Dalam bidang politik, Sriwijaya hanya memiliki angkatan laut yang diandalkan.
Setelah kekuasaan di Jawa Timur berkembang pada masa Airlangga, Sriwijaya
terpaksa mengakui Jawa Timur sebagai pemegang hegemoni di Indonesia bagian
timur dan Sriwijaya di bagian barat. d. Adanya serangan militer atas Sriwijaya.
Serangan pertama dilakukan oleh Teguh Dharmawangsa terhadap wilayah selatan
Sriwijaya (992) hingga menyebabkan utusan yang dikirim ke Cina tidak berani
kembali. Serangan kedua dilakukan oleh Colamandala atas Semenanjung Malaya pada
tahun 1017 kemudian atas pusat Sriwijaya pada tahun 1023 รข€“ 1030. Dalam
serangan ini, Raja Sriwijaya ditawan dan dibawa ke India. Ketika Kertanegara
bertakhta di Singasari juga ada usaha penyerangan terhadap Sriwijaya, namun
baru sebatas usaha mengurung Sriwijaya dengan pendudukan atas wilayah Melayu.
Akhir dari Kerajaan Sriwijaya adalah pendudukan oleh Majapahit dalam usaha
menciptakan kesatuan Nusantara (1377). Berita Cina dari zaman dinasti Tang
menyebutkan bahwa pada abad ke-7, di Kanton dan Sumatra sudah ada orang muslim.
Hal ini berkaitan dengan perkembangan perdagangan dan pelayaran yang bersifat
internasional antara negara-negara Asia Barat dan Asia Timur, yaitu antara
Kerajaan Islam Bani Umayyah, kerajaan Cina dinasti Tang, dan Kerajaan
Sriwijaya. Pada abad ke-7 sampai ke-12 Masehi, Kerajaan Sriwijaya memang
memegang peranan penting di bidang ekonomi dan perdagangan untuk daerah Asia
Tenggara. Namun pada abad ke-12, peranan tersebut mulai menunjukkan kemunduran.
Bukti mengenai kemunduran ekonomi dan perdagangan Sriwijaya dapat diketahui
dari berita Chou Ku- Fei tahun 1178.
4 Berita tersebut menyatakan bahwa harga barang-barang
dari Sriwijaya mahal karena rupanya tidak lagi menghasilkan hasil-hasil
alamnya. Untuk mencegah kemunduran ekonomi dan perdagangan, Kerajaan Sriwijaya
kemudian membuat peraturan cukai yang lebih berat bagi kapal dagang yang
singgah ke daerah pelabuhannya. Kemunduran Sriwijaya di bidang perdagangan dan
politik dipercepat oleh usaha-usaha Kerajaan Singasari untuk memperkecil
kekuasaan Sriwijaya dengan mengadakan ekspedisi Pamalayu pada tahun 1275. Usaha
tersebut dimanfaatkan oleh daerah-daerah lain untuk melepaskan diri dari
kekuasaan Sriwijaya. Sejalan dengan itu para pedagang muslim (mungkin disertai
para mubalignya pula) mempergunakan kesempatan ini untuk memperoleh keuntungan
dari perdagangan dan politik. Mereka mendukung daerah-daerah yang melepaskan
diri tersebut dan memunculkan kekuatan-kekuatan baru berupa kerajaan-kerajaan
bercorak Islam, seperti Samudra Pasai yang terletak di pesisir timur laut Aceh,
termasuk Kabupaten Aceh Utara dekat Lhokseumawe. 2. Runtuhnya Kerajaan Mataram
Kuno Peranan Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah mundur ketika pusat
kekuasaannya pindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Ada beberapa pendapat
mengenai pemindahan pusat kerajaan ini. Pendapat lama mengatakan bahwa
pemindahan pusat kerajaan ini sehubungan dengan adanya bencana alam berupa
banjir atau gunung meletus atau adanya wabah penyakit. Namun, pendapat ini
tidak dapat dibuktikan sebab tidak didukung oleh bukti-bukti sejarah. Pendapat
lain menyebutkan bahwa rakyat menyingkir ke Jawa Timur akibat adanya paksaan
terhadap para penganut Hindu untuk membangun candi Budha. Pendapat baru
menyebutkan dua faktor berikut. a. Keadaan alam bumi Mataram yang tertutup
secara alamiah berakibat negara ini sulit berkembang. Sementara, keadaan alam
Jawa Timur lebih terbuka untuk perdagangan luar, tidak ada pegunungan atau
gunung yang merintangi, bahkan didukung adanya
5 Sungai Bengawan Solo dan Brantas yang memperlancar
lalu lintas dari pedalaman ke pantai. Apalagi, alam Jawa Timur belum banyak
diusahakan sehingga tanahnya lebih subur dibandingkan dengan tanah di Jawa
Tengah. b. Dari segi politik, ada kebutuhan untuk mewaspadai ancaman Sriwijaya,
terutama karena Sriwijaya pada saat itu dikuasai dinasti Syailendra. Sebagai
antisipasinya, pusat kerajaan perlu dijauhkan dari tekanan Sriwijaya. Ketika
Sriwijaya sungguh-sungguh menyerang pada pertengahan abad ke-10, Mpu Sindok
dapat mematahkannya. Tetapi, serangan Sriwijaya berikutnya dibantu Raja
Wurawari pada tahun 1017 menghancurkan Mataram yang saat itu dipimpin
Dharmawangsa. Kerajaan Mataram yang kedua berdiri kembali di Jawa Tengah pada
abad ke-16, kali ini telah beragama Islam. 3. Runtuhnya Kerajaan Majapahit
Kemunduran Majapahit berawal sejak wafatnya Gajah Mada pada tahun 1364. Hayam
Wuruk tidak dapat memperoleh ganti yang secakap Gajah Mada. Jabatan-jabatan
yang dipegang Gajah Mada (semasa hidupnya, Gajah Mada memegang begitu banyak
jabatan) diberikan kepada tiga orang. Setelah Hayam Wuruk meninggal pada tahun
1389, Majapahit benar-benar mengalami kemunduran. Beberapa faktor penyebab
kemunduran Majapahit sebagai berikut. a. Tidak ada lagi tokoh di pusat
pemerintahan yang dapat mempertahankan kesatuan wilayah setelah Gajah Mada dan
Hayam Wuruk meninggal. b. Struktur pemerintahan Majapahit yang mirip dengan
sistem negara serikat pada masa modern dan banyaknya kebebasan yang diberikan kepada
daerah memudahkan wilayah-wilayah jajahan untuk melepaskan diri begitu
diketahui bahwa di pusat pemerintahan sedang kosong kekuasaan. c. Terjadinya
perang saudara, di antaranya yang terkenal adalah Perang Paregreg (1401- 1406)
yang dilakukan oleh Bhre Wirabhumi melawan pusat Kerajaan Majapahit. Bhre
6 Wirabhumi diberi kekuasaan di wilayah Blambangan.
Namun, ia berambisi untuk menjadi raja Majapahit. Dalam cerita rakyat, Bhre
Wirabhumi dikenal sebagai Minak jingga yang dikalahkan oleh Raden Gajah atau Damarwulan.
Selain perang saudara, terjadi juga usaha memisahkan diri yang dilakukan
Girindrawardhana dari Kediri (1478). d. Masuknya agama Islam sejak zaman
Kerajaan Kediri di Jawa Timur menimbulkan kekuatan baru yang menentang
kekuasaan Majapahit. Banyak bupati di wilayah pantai yang masuk Islam karena
kepentingan dagang dan berbalik melawan Majapahit. Penting Untuk Diingat 1.
Kerajaan Kutai berdiri pada abad ke-5. Raja-raja yang pernah berkuasa adalah
Kudungga, Asmawarman, dan Mulawarman. 2. Kerajaan Tarumanegara berdiri pada
abad ke-5 di Jawa Barat. Sumber sejarah berupa prasasti Ciaruteun, Jambu, Pasar
Awi, Kebon Kopi, Muara Cianten, Tugu, dan Cidangiang. 3. Kerajaan Sriwijaya
berdiri pada abad ke-7 di Palembang. Raja yang terbesar adalah Balaputradewa yang
berhasil membawa Sriwijaya mencapai kebesarannya, bahkan Sriwijaya mendapat
julukan Kerajaan Nasional Pertama di Indonesia. 4. Kerajaan Mataram didirikan
oleh Raja Sanjaya pada abad ke-8. Ada dua dinasti yang berkuasa saat itu, yaitu
dinasti Sanjaya dan dinasti Syailendra. 5. Kerajaan Mataram pindah ke Jawa
Timur dan berganti nama menjadi Kerajaan Medang Mataram. Raja-rajanya adalah
Mpu Sindok, Dharmawangsa, dan Airlangga. Kerajaan ini pada tahun 1042 pecah
menjadi dua, yaitu Kediri dan Jenggala. 6. Kerajaan Kediri mencapai kejayaan
pada masa Jayabaya. Raja-raja yang pernah berkuasa di Kediri adalah Bameswara,
Jayabaya, Sarweswara, Kameswara, dan Kertajaya.
C.Kerajaan Singasari
Kerajaan Singasari didirikan oleh Ken Arok pada tahun
1222 setelah mengalahkan Kertajaya (Kediri). Singasari mengalami kejayaan pada
masa Kertanegara dan runtuh pada tahun 1292 setelah dikalahkan oleh Jayakatwang
(Kediri). 8. Kerajaan Majapahit berdiri tahun 1293 oleh Raden Wijaya.
Raja-rajanya adalah Raden Wijaya, Jayanegara, Tribhuwanatunggadewi, Hayam
Wuruk, Wikramawardhana, Suhita, dan Brawijaya. Kejayaan Majapahit terjadi pada
masa Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada. B. Runtuhnya Tradisi Hindu-Budha di
Indonesia Setelah kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha runtuh, seperti Kerajaan Majapahit
di daerah Jawa Timur dan Kerajaan Pajajaran di daerah Jawa Barat, bukan berarti
tradisi Hindu-Buddha juga lenyap. Tradisi Hindu-Buddha masih terus bertahan
sesuai dengan perkembangan zaman. Bahkan pada daerah-daerah yang telah mendapat
pengaruh Islam, tradisi Hindu-Buddha tidak begitu saja menghilang. Misalnya
pada masyarakat Jawa terdapat upacara membawa sesaji ke sawah atau upacara
persembahan kepada penguasa Laut Selatan (Nyi Roro Kidul) dan lain sebagainya.
Sementara itu, tradisi Hindu-Buddha masih terus bertahan dalam kehidupan
masyarakat Bali. Setelah Kerajaan Hindu Majapahit runtuh, banyak rakyat
Majapahit yang pindah ke Pulau Balidan melanjutkan tradisi kehidupannya di
Bali. Dalam kehidupan masyarakat Bali sering terdengar istilah Wong Majapahit
atau sekelompok masyarakat yang berasal dari Majapahit. Masyarakat Hindu Bali
yang termasuk keturunan Majapahit menduduki tempat yang mayoritas. Sedangkan
masyarakat Bali asli terdesak ke daerah-daerah pegunungan seperti ke daerah
Trunyan, Tenganan (di daerah Bali bagian Timur), Tigawasa, Sembiran (di daerah
Bali Utara). Bali juga dapat disebut sebagai museum hidup kebudayaan Hindu di
Indonesia. Agama Hindu di Bali disebut dengan agama Hindu Dharma atau Hindu
Bali yang merupakan sinkretisme antara kepercayaan animisme dengan Hindu dan
Buddha. Roh nenek moyang dipuja oleh anak cucunya setelah jenazah dibakar
(ngaben). Tempat pemujaannya dilakukan di Pura. Sementara itu, dewa-dewa dalam
agama Hindu telah dimanifestasikan sebagai Tuhan Yang Maha Esa dengan sebutan
Sang Hyang Widhi. Dalam penjelmaannya dapat disebut sebagai Dewa Brahma
(pencipta), Dewa Wisnu
8 (pemelihara) dan Dewa Shiwa (pelebur/perusak). Di
samping itu juga dipuja dewa- dewa yang telah disesuaikan dengan fungsi dan
kedudukan dari dewa tersebut seperti Dewi Sri (Dewa padi), Dewa Agni (dewa
api), Dewa Baruna (Dewa Laut), Dewa Bayu (Dewa Angin) dan lain sebagainya.
Apabila kita simak, ternyata perkembangan pengaruh Hindu-Buddha di wilayah
Indonesia tidak meliputi seluruh masyarakat di kepulauan Indonesia. Bahkan dua
kerajaan nasional yang pernah membawa harum nama Indonesia sampai jauh keluar
wilayah Indonesia seperti Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, belum dapat
mengembangkan pengaruhnya ke seluruh wilayah Indonesia. Pengaruh kerajaan
Sriwijaya terbatas pada daerah-daerah di wilayah Indonesia bagian Barat.
Sedangkan Kerajaan Majapahit yang berhasil mempersatukan seluruh wilayah
Nusantara, ternyata kekuasaannya hanya terbatas pada bidang politik yang
dibuktikan dengan tunduknya mereka ke Majapahit. Tetapi Majapahit tidak
mrngembangkan pengaruh budaya dan agama Hindu pada daerah-daerah yang
dikuasainya. Sehingga ketika kerajaan Majapahit runtuh, mereka terus
mengembangkan pola hidup seperti pada masa sebelum daerah tersebut dikuasai
Kerajaan Majapahit. Hal inilah yang menyebabkan perkembangan tradisi
Hindu-Buddha tidak merata di kepulauan Indonesia. Daerah- daerah yang tidak
mendapat pengaruh Hindu-Buddha di wilayah Indonesia antara lainSulawesi,
Kepulauan Maluku, Papua (Irian Jaya), dan Kepulauan Nusa Tenggara Timur. Mundur
dan runtuhnya kerajaan bercorak Hindu Buddha di Indonesia mempengaruhi
perkembangan atau keberlanjutan tradisi setempat. Di Jawa Barat, dengan
berdirinya kesultanan Banten sedikit banyak mempengaruhi kerajaan Pajajaran.
Masyarakat pendukung kerajaan yang menolak pengaruh budaya dan agama baru
menyingkir ke pedalaman. Masyarakat yang bersedia menerima pengaruh baru
perlahan-lahan beralih menjadi muslim. Adapun masyarakat yang menyingkir ke
pedalaman di Banten Selatan, membentuk komunitas masyarakat Baduy. Kepercayaan
yang dikembangnya disebut Pasundan Kawitan (Pasundan yang pertama). Tradisi
yang lama dipertahankan dan menolak pengaruh luar yang baru. Runtuhnya
Majapahit membawa pengaruh serupa. Masyarakat yang menerima agama baru beralih
menjadi muslim dan masuk wilayah kerajaan Islam. Hal ini berlangsung terutama
di sepanjang pesisir utara Jawa. Adapun masyarakat yang menolak, sebagian
menyingkir ke puncak Bromo dan membentuk masyarakat Tengger.
9. Sebagian yang lain menuju ke Barat dan singgah di
gunung Lawu dan mendirikan candi Sukuh dan Cetha. Sebagian yang lain menyingkir
ke timur dan masuk Bali. Mereka membawa serta karya sastra Hindu Buddha ke
Bali. Sehingga tradisi Hindu (dan Buddha) tetap berkembang pesat di Bali.
Beberapa karya sastra tersebut bahkan dikeramatkan dan disimpan di pura.
Perkembangan demikian berlangsung terus hingga sekarang di Bali. Tradisi Hindu
Buddha dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi daerah Bali. Bali menjadi
museum hidup kebudayaan Hindu di Indonesia. Agama Hindu di Bali disebut agama
Hindu Dharma yang merupakan sinkretisme kepercayaan animisme dengan Hindu dan
Budha. Roh nenek moyang dipuja oleh anak cucu setelah jenasah dibakar (Ngaben).
Tempat pemujaan dilakukan di Pura. Dewa dalam agama Hindu diwujudkan sebagai
Tuhan Yang Maha Esa dengan sebutan Sang Hyang Widhi. Tradisi Kasadha berkembang
dalam masyarakat Tengger di puncak gunung Bromo dan berlangsung setiap tahun
pada bulan purnama penuh / hari ke 14 bulan Kasada menurut kalender Tengger. Upacara
ini merupakan perpaduan agama, kepercayaan dan adat istiadat; meliputi
persembahan hewan kurban (ternak, hasil bumi) yang dilepaskan ke mulut kawah.
Prosesi upacara dimulai sejak sore hari di lautan pasir Bromo, dan ditampilkan
berbagai kesenian tradisional. Pada pemuka masyarakat memberi restu kepada
orang Tengger yang akan berkorban dengan sesaji, kembang dan dupa. Suasana
berlangsung hingga larut malam. Menjelang dini hari, dilakukan upacara
keagamaan. Ketika fajar para pembawa korban naik puncak gunung dan melemparkan
korban ke kawah. Di jurang yang terjal, penduduk telah bersiap untuk
memperebutkan korban. Perkembangan tradisi Hindu Buddha di beberapa daerah di
luar Jawa sangat berlainan. Di Sumatra, setelah runtuhnya Sriwijaya, tidak ada
kerajaan lokal yang melanjutkan dam mengembangkan kebudayaan Hindu Buddha.
Bahkan sejak awal abad VII Masehi, daerah Sumatra mulai masuk agama dan budaya
Islam (lihat dalam materi berikutnya). Tradisi Hindu Buddha seolah terhenti dan
digantikan oleh agama dan budaya Islam. Di Kalimantan, perkembangannya tidak
begitu jelas. Di Sulawesi, Maluku dan Indonesia Timur telah ada beberapa
kerajaan yang bercorak asli, dimana tidak dijumpai pengaruh Hindu Buddha di
wilayah tersebut. Adapun keberlanjutan tradisi Hindu Buddha di Jawa, sejalan
dengan masuk dan berkembangnya Islam mengalami proses akulturasi (lokal
รข€“ Hindu Buddha รข€“Islam).
D. Pengaruh Hindu dan Buddha di Kehidupan Masa Kini
Squad, tahu nggak kalau
berdasarkan arkeologi, terdapat beberapa pembabakan zaman di Indonesia. Dimulai
dari zaman prasejarah, zaman klasik atau dikenal juga dengan zaman
Hindu-Buddha, zaman Islam, dan zaman kolonial. Zaman Hindu-Buddha di Indonesia
disebut juga sebagai masa klasik karena pengaruh kehadirannya yang kuat di
Indonesia. Bahkan, jika ditelisik lebih jauh, pengaruh kehadiran Hindu-Buddha
di Indonesia masih dapat kita lihat dan rasakan dalam kehidupan sehari-hari.
Simak yuk pengaruh Hindu dan Buddha di masa kini!
Pengaruh-pengaruh
tersebut ada yang berupa pengaruh fisik dan nonfisik. Pengaruh fisikmerupakan
tinggalan dari zaman Hindu-Buddha yang dapat kita lihat secara fisik pada
benda-benda masa kini. Sedangkan pengaruh nonfisik merupakan tinggalan
yang memengaruhi adat, pola pikir, ataupun perilaku pada masyarakat
masa kini. Penasaran apa saja pengaruh Hindu-Buddha di masa kini?
1. FISIK
a. Wilayah Nusantara
Wilayah Indonesia saat ini secara tidak langsung dipengaruhi oleh kehadiran kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha, yaitu Singasari, Sriwijaya, dan Majapahit. Pada masa Sriwijaya, wilayah kekuasaannya meliputi daerah Malayu di sekitar Jambi, daerah yang saat ini menjadi Pulau Bangka, daerah Lampung Selatan, serta usaha Sriwijaya untuk menaklukan Pulau Jawa. Di masa Singasari, wilayah kekuasaannya meliputi wilayah Pahang (saat ini Malaysia), Malayu (saat ini Sumatera Barat), Gurun (nama pulau di Indonesia bagian timur), Bali, seluruh Pulau Jawa, Bakulapura dan Tanjungpura (saat ini wilayah di barat daya Kalimantan).
Wilayah Indonesia saat ini secara tidak langsung dipengaruhi oleh kehadiran kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha, yaitu Singasari, Sriwijaya, dan Majapahit. Pada masa Sriwijaya, wilayah kekuasaannya meliputi daerah Malayu di sekitar Jambi, daerah yang saat ini menjadi Pulau Bangka, daerah Lampung Selatan, serta usaha Sriwijaya untuk menaklukan Pulau Jawa. Di masa Singasari, wilayah kekuasaannya meliputi wilayah Pahang (saat ini Malaysia), Malayu (saat ini Sumatera Barat), Gurun (nama pulau di Indonesia bagian timur), Bali, seluruh Pulau Jawa, Bakulapura dan Tanjungpura (saat ini wilayah di barat daya Kalimantan).
Peradaban Majapahit yang
lebih maju dalam perniagaan dan seni serta wilayah kekuasaan yang luas,
mengantarkannya menjadi salah satu kerajaan besar yang pernah ada di Asia
Tenggara. Kerajaan maritim Hindu-Buddha memiliki pengaruh yang luas karena
tidak terbatas hanya di daratan saja, sehingga dapat melakukan penjelajahan mengarungi
lautan untuk menyebarluaskan pengaruh di bidang politik, ekonomi, dan budaya.
Pada akhirnya,
wilayah-wilayah kerajaan yang terbentuk pada masa itu membentuk wawasan tentang
wilayah Nusantara yang sebagian besar menjadi negara Indonesia.
Peta wilayah
kekuasaan Majapahit. (Sumber: Sejarah Nasional Indonesia II)
b. Bidang Arsitektur
Salah satu pengaruh
yang masih bertahan hingga saat ini adalah arsitektur pada bangunan di
masa lalu yang banyak digunakan oleh bangunan masa kini. Beberapa
bagian bangunan yang terpengaruh adalah pembagian bangunan dan halaman,
atap bangunan, dan gapura.
Pertama adalah bagian
bangunan. Candi terdiri dari tiga bagian utama yaitu bhurloka (dunia
manusia), bhuvarloka (dunia orang-orang yang tersucikan), dan svarloka (dunia
para dewa). Konsep ini kemudian diadaptasi dan saat ini dapat kamu lihat pada
rumah-rumah tradisional Bali. Biasanya rumah tradisional Bali memiliki halaman
yang luas dan dibagi ke dalam tiga bagian tersebut. Bangunan rumahnya terdiri
dari bagian utama (bagian atas bangunan), madya (badan bangunan), dan nista
(kaki bangunan).
Pembagian
bagian-bagian rumah pada rumah tradisional Bali. (Sumber: clipartxtras.com)
Selain itu, pembagian tersebut juga dapat dilihat pada
halaman rumah yang dibagi menjadi tiga, yaitu jaba (halaman depan), jaba tengah
(halaman tengah), dan jeroan (halaman belakang/dalam).
Selain pada pembagian
bagian bangunan, pengaruh arsitektur juga dapat dilihat pada atap
bangunan. Contohnya adalah Masjid Agung Demak yang menggunakan atap tumpang
seperti pada pura.
Atap tumpang pada
Masjid Agung Demak. (Sumber: youtube.com)
Selain dua hal di
atas, bagian gapura juga dapat mengalami pengaruh dari
Hindu-Buddha.
Dua jenis gapura dari
masa klasik. Gapura kori agung atau paduraksa (kiri) dan gapura candi bentar
(kanan). (Sumber: id.wikipedia.org).
Misalnya, Masjid
Kudus yang dibangun oleh Sunan Kudus tahun 1549 M. Masjid ini memiliki
arsitektur seperti bangunan pura pada bangunan. Selain itu, pada bagian
gerbangnya memiliki bentuk gapura jenis candi bentar.
Gapura (siluet) dan
menara Masjid Agung Kudus. (Sumber: jateng.tribunnews.com)
2. NONFISIK
a. Teknologi Perkapalan
Teknologi perkapalan
semakin maju sejak masa Hindu-Buddha khususnya Sriwijaya. Ciri khasnya antara
lain adalah badan (lambung) kapal berbentuk seperti huruf V.
Macam-macam bagian
lambung kapal. Bentuk pertama (atas) adalah bentuk lambung kapal V. (Sumber:
maratimeworld.web.id).
Ciri khas lainnya
adalah bentuk haluan dan buritan yang simetris, tidak ada sekat-sekat kedap air
di bagian lambungnya, tidak menggunakan paku besi dalam pembuatannya, serta
kemudi berganda di kiri dan kanan buritan. Biasanya, kapal-kapal ini dibuat
dengan teknik menyambung satu papan dengan papan lainnya, kemudian mengikatnya
dengan tali ijuk.
Kapal pada masa
klasik, yang muncul pada relief di Candi Borobudur dan rekonstruksinya.
(Sumber: hurahura.com)
b. Navigasi Pelayaran
Pelayaran bangsa
Indonesia pada masa kuno bergantung pada sistem angin musim. Pengetahuan
tentang angin darat dan angin laut penting bagi pelaut. Untuk mengetahui arah,
pada siang hari para pelaut memanfaatkan matahari, lalu di malam hari mereka
menggunakan letak kelompok bintang tertentu di langit, seperti bintang mayang,
bintang biduk, dan sebagainya.
c. Sistem Pendidikan
Jika saat ini kamu
banyak menemukan sekolah yang memiliki asrama, itu adalah salah satu warisan
masa klasik. Salah satu kerajaan yang terkenal dengan pendidikan agama
Buddha-nya dan memiliki asrama adalah Sriwijaya. Saat itu kerajaan memiliki asrama
(mandala) sebagai tempat untuk belajar ilmu keagamaan dan ilmu-ilmu lainnya.
Asrama biasanya terletak di sekitar kompleks candi dan digunakan oleh para
murid.
d. Bahasa dan Sistem
Aksara
Pada masa awal
Hindu-Buddha masuk ke Indonesia dari India, Bahasa Sanskerta hanya digunakan
oleh kaum pendeta. Bahasa lain yang digunakan oleh masyarakat pada masa itu
adalah Bahasa Pali. Pada akhirnya, Sanskerta-lah yang banyak memengaruhi Bahasa
Indonesia. Berikut beberapa kata yang telah diserap atau sering digunakan dalam
Bahasa Indonesia:
- durhaka dari kata drohaka.
- Bahagia dari kata bhagya.
- Manusia dari kata manusya.
- Tirta berarti air.
- Eka, dwi, tri berarti satu,
dua, tiga.
e. Upacara/Tradisi
Upacara/tradisi di
masa Hindu dan Buddha banyak yang bertahan hingga saat ini. Beberapa upacara
atau tradisi yang bertahan hingga saat ini seperti upacara ngaben, tradisi
potong gigi, hari raya Waisak, ataupun wayang. Ngaben adalah upacara kematian
dengan membakar mayatnya dan abunya dibuang ke laut. Tujuannya adalah untuk melepaskan
Sang Atma (roh) dari belenggu keduniawian sehingga dapat dengan mudah bersatu
dengan Tuhan (Mokshatam Atmanam).
Upacara Ngaben di
Bali. (Sumber: brilio.net)
Tradisi wayang
juga masih bertahan hingga saat ini. Wayang mengalami percampuran dengan
kebudayaan India melalui cerita-cerita seperti cerita Ramayana dan Mahabarata.
Pagelaran wayang hingga sekarang masih sering diadakan di Indonesia mulai dari
pagelaran wayang kulit, wayang golek.
BAB
III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu maupun
Budha di Indonesia mengalami masa kejayaan antara abad ke-7 sampai 12 M.
Setelah memasuki abad ke-10 sampai abad ke-12, kerajaan-kerajaan yang bercorak
Hindu maupun Budha di Indonesia mulai mengalami kemunduran. Secara umum,
faktor-faktor penyebab runtuhnya kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha
sebagai berikut.
1. Terdesaknya kerajaan-kerajaan kecil oleh
kerajaan-kerajaan besar.
2. Tidak ada pengaderan pemimpin sehingga tidak ada
pemimpin pengganti yang
setara dengan pendahulunya.
3. Munculnya perang saudara yang melemahkan kerajaan.
4. Kemunduran ekonomi perdagangan negara.
5. Tersiarnya agama Islam yang mendesak agama
Hindu-Budha. Runtuhnya Majapahit membawa pengaruh serupa. Masyarakat yang
menerima agama baru beralih menjadi muslim dan masuk wilayah kerajaan Islam.
Hal ini berlangsung terutama di sepanjang pesisir utara Jawa.
B. Saran
Kebudayaan yang berkembang di Indoneisa pada tahap
awal diyakini berasal dari India. Pengaruh itu diduga mulai masuk pada awal
abad masehi. Apabila kita membandingkan peninggalan sejarah yang ada di
Indonesia akan ditemukan kemiripan itu. Sebelum kenal dengan kebudayaan India,
bangunan yang kita miliki masih sangat sederhana. Saat itu belum dikenal
arsitektur bangunan seperti candi atau keraton. Tata kota di pusat kerajaan
juga dipengaruhi kebudayaan hindu. Demikian pula dalam hal kebudayaan yang lain
seperti peribadatan dan kesastraan.Kita harus menjaga kelestarian dan
budaya-budaya yang ditinggalkan agama Hindu-Budha.
DAFTAR
PUSTAKA
Nasrudin Muh, Warsito S.W, Nursa’ban Muh, Mari
Belajar IPS VII, Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional, 2008
Iwan Setiawan dkk, Wawasan Sosial, Jakarta
: Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan
Nasional Indonesia, 2008
Rickflefs, M. C. Sejarah Indonesia
Modern. Yogyaarta : Gajah
Mada university Press,
1998
Armia, “Makalah Kerajaan Hindu-Budha di
Indonesia”, http://armia11ips104.blogspot.com/2012/10/makalah-kerajaan- hindu-budha-di.html, 18-09-2013.